Saturday, 22 June 2013

Makalah Pelapisan Sosial dan Kesamaan Derjat



BAB II
PEMBAHASAN

A. Pelapisan  Sosial
1.Pengertian  Pelapisan  Sosial  (Stratifikasi Sosial)
Stratifikasi  sosial  berasal  dari  kata  stratus  yang  artinya  lapisan.  Sehingga  lapisan  sosial  berarti  “lapisan  masyarakat”.  Suatu  kiasan  untuk  menggambarkan  bahwa  dalam  tiap  kelompok  terdapat  perbedaan  kedudukan  seseorang  dari  yang  berkedudukan  tinggi  sampai  yang  berkedudukan rendah,  seolah-olah  merupakan  lapisan  yang  bersaf-saf  dari  atas  ke  bawah.  Kalau  kita  amati  maka  pada  setiap  masyarakat  (kelompok)  pasti  terdapat  beberapa  orang  yang  lebih  dihormati  dari  orang  lain.
 Untuk  mudahnya  maka  stratifikasi  sosial  lebih  dapat  dijelaskan  kalau  kita  perhatikan  susunan  kekastaan  pada  masyarakat  Hindu  di  mana  terdapat  urutan- urutan  yang  paling  tinggi  sampai  yang  terendah  seolah-olah  hidupnya  berlapis.  Susunan  kekastaan  Hindu  tersebut  adalah  Brahmana,  Ksatria,  Waisya  dan  Sudra.  Demikian  pula  pada  masyarakat  modern  dewasa  ini  stratifikasi  sosial  tetap  ada,  sekalipun  tidak  setegas  pembagian  dalam  kekastaan  Hindu.
Dewasa  ini  tampak  bahwa  orang-orang  yang  memiliki  kekuatan  ekonomi  politik,  kekuatan  militer,  inteligensi  yang  tinggi,  dan  pimpinan  agama,  menduduki  stratifikasi  sosial  pada  lapisan-lapisan  atas  di  masyarakat  tertentu,  sehingga  hartawan,  politikus,  jendral,  guru  besar,  dan  pimpinaan  ulama  merupakan  orang-orang  yang  di  hormati  dalam  masyarakatnya.
Stratifikasi  sosial  dalam  kekastaan  hindu  adalah  demikian  kakunya,  sehingga  antara  kasta  yang  satu  dengan  yang  lain  seolah-olah  terpisah  dalam  tembok-tembok  yang  berbeda-beda.  Hal  ini  menghambat  komunikasi  massal  (komunikasi  hanya  terjadi  dalam  lingkungan  kastanya   sendiri-sendiri).  Keadaan  demikian  jelas  akan  menghambat  laju  pembangunan  pada  masyarakat  tersebut. Tetapi  dengan  perkembangan  pendidikan  dan  teknologi  dewasa  ini  masyarakat  dengan  kekastaan  juga  mengalami  pergeseran  dan  perubahan.



2. Status  Sosial
Dalam  berbagai  kelompok  atau  masyarakat  seorang  individu  memiliki  apa  yang  dinamakan  Status  Sosial.  Status  Sosial  merupakan  kedudukan  seseorang  (individu)  dalam  suatu  kelompok  pergaulan  hidupnya.
            Status  seorang  individu  dalam  masyarakat   dapat  dilihat  dari  dua  aspek  yakni:
a). Aspek  statis:
Yaitu  kedudukan  dan  derajat  seseorang  di  dalam  suatu  kelompok  yang  dapat  dibedakan  dengan  dertajat  atau kedudukan individu lainnya. Seperti : petani dapat dibedakan dengan nelayan, pegawai negri, pedagang, dan lain-lain.
b). Aspek Dinamis:
Yaitu berhubungan erat dengan peranan sosial tertentu yang berhubungan dengan pengertian jabatan, fungsi, dan tingkah laku yang formal serta jasa yang diharapkan dari fungsi dan jabatan tersebut. Contoh: direktur perusahaan, pimpinan sekolah, komandan batallion, camat dan sebagainya.
Peranan  Sosial,  adalah  suatu  cara  atau  perbuatan  atau  tindakan  seseorang  individu  dalan  usahanya  memenuhi  tanggung  jawab  hak-hak  dari  statusnya.  Maka  seseorang  akan  terlihat  menjalankan  kegiatan  atau  tidak  yang  sesuai  dengan  status  sosialnya  masing-masing,  dapat  dilihat  dari  peranannya.
Status  sosial  seseorang  dalam  kehidupan  kelompok  dapat  berdasarkan  keanggotaan  dalam  kelompok  yang  tidak  dibentuk  seperti  status  berdasarka  usia,  seks  dan  sistem  kekerabatan  (dewasa,  anak,  ibu,  kakek,  paman  dan  sebagainya)  dapat  pula  berdasarkan  kelompok  yang  dibentuk  seperti  status  edukasi,  partai  politik,  perusahaan  dan  lain-lain,  (Rektor,  dekan,  Guru  besar,  lektor,  dan  seterusnya,  ketua  partai,  anggota  partai,  direktur,  kasir,  kepala  gudang  dan  lain-lain) .
Telah  disinggung  diatas  bahwa  setiap  orang  memiliki  status  dalam  masyarakat  masing-masing.  Penelitian-penelitian  menunjukan  bahwa  semakin  kecil  dan  semakin  sederhana  suatu  masyarakat,  semakin  kecil  pula  status-status  sosial,  sehingga sering  dikemukakan  bahwa  ciri-ciri  masyarakat  yang  sederhana  (primitif)  adalah  tidak  banyak  differensiasi  tugas-tugas  sosialnya.
Pada  prinsipnya  setiap  individu  dalam  pergaulan  hidupnya  memiliki  status  sosial  yang  pokok  (key  status)yang berupa :
1). Pekerjaan  seseorang (merupakan  status  yang  terpenting).
2). Status  dalam  sistem  kekerabatan.
3)Status  religius  dan  status  politik.
Manusia  dalam  kehidupan  bersama  disamping  mengadakan  interaksi  individu  (pribadi)  tidak  jarang  pula  terjadi  interaksi  status,  bahkan  dalam  kehidupan  sehari-hari  kita  sering  melakukan  interaksi  dengan  banyak  orang  tanpa  mengenal  pribadi  (tanpa  mengetahui  nama).  Pada  akhirnya  dapatlah  ditekankan  bahwa  salah  satu  syarat  dari  kelompok  yang  sangat  penting  adalah  adanya  organisasi  yang  merupakan  wadah  dimana  terdapat  pembagian  tugas  dan  petugas  antara  anggota-anggota  suatu  kelompok  untuk  mencapai  tujuan  dari  kelompok  tersebut.
Suatu organisasi sosial memiliki dua aspek penting yakni :
a). Aspek fungsi
Aspek fungsi memperlihatkan manifestasi aktifitas kolektif dalam berbagai tujuan, aktifitas kolektif akan diikuti oleh aktivitas-aktivitas kelompok yang lebih kecil.
b). Aspek Struktur
Aspek struktur memperlihatkan bahwa struktur organisasi kemasyarakatan meliputi kelompok-kelompok sosial, pola-pola umum budaya masyarakat tertentu, pranata sosial dan lain-lain.

3. Peranan Sosial
Dalam tiap-tiap keluarga, biasanya terdapat tipe yang berbeda-beda. Tipe keluarga Jerman, misalnya, ayah adalah yang berkuasa. Sedangkan keluarga Negro, ibulah yang berkuasa. Demikian juga dalam hubungan kulturalnya terdapat perbedaan-perbedaan. Misalnya :
a). Keluarga Khatolik berbeda dengan keluarga Protestan dalam pengajarannya.
b). Orang jawa mengajar anaknya dengan bahasa jawa, sedangkan orang prancis mengajar anaknya dengan bahasa prancis, dan sebagainya.  

Menurut Bossart dan Boll : bahwa masyarakat itu mula-mula terdiri dari small family (keluarga kecil), yaitu suatu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anaknya paling banyak 2 atau 3 anak. Pada keluarga kecil ini anak-anak lebih banyak menikmati segi sosial ekonomi, dan lebih banyak diperlihatkan oleh orang tuanya. Yang dipentingkan adalah anak mendapatkan kualitas yang baik.

Dikatakannya bahwa kelas-kelas sosial dapat dibedakan menjadi 3 macam :
1).Upper-class ; dalam kelas ini sikap terhadap anak adalah bangga dan menaruh pengharapan. Anak diharapkan untuk membantu keluarganya, mereka berjuang agar mereka dapat mendidik anak sebaik mungkain, baik secara jasmani, sosial maupun intelektual.
2). Middle-class : disini tidak diadakan penyelidikan.
3).Lower-class : di sini keinginan-keinginan seperti upper-class itu kurang karena alasan-alasan ekonomi dan sosial.
Selanjutnya Kluckhohn, mengadakan penyelidikan dipandang dari masalah wewenang. Bagaimana ank-anak lower-class ini memandang terhadap wewenang.
1).Biasanya anak-anak dari lower-class ini memandang kelas di atasnya bersifat takut. Sedangkan anak-anak dari middle-class biasanya memandang wewenang bersifat menghormati.
2). Pada lower-class biasanya disiplin itu ditandai dengan ciri-ciri fisik / kekerasan / konflik. Kalau marah biasanya bersifat badaniah yaitu dengan memukul, meninju dan sebagainya. Sedangkan pada middle-class tidak dengan cara fisik, tetapi dengan cara kompetisi (persaingan), misalnya dalam pertandingan-pertandingan olah raga dan sebagainya.

Demikian pula Davis dan Havighurst, mempelajari cara-cara lower-class dan middle-class family di Chicago di dalam melatih anak-anak mereka, memberi makan, menyapih dan sebagainya. Dalan hal ini mereka mendapatkan kenyataan banyak dibandingkan dengan middle-class. Mereka menyapih anak-anaknya lebih akhir dari pada middle-class. Sedangkan pada middle-class anak dikehendaki memakai pakaian sendiri, dan lebih awal mengambil macam-macam tanggung jawab dari pada lower-class.
Akhirnya ahli penemuan lain mengenai cara pemeliharaan anak, yaitu Maccoby dan Gibbs, menunjukkan kesimpulan yang lain daripada di atas tadi. Dikatakan bahwa pada middle-class sifatnya lebih bebas mengasuh anak atau lebih bersifat mengizinkan / membebaskan terhadap anak. Sedangkan pada keluarga lower-class lebih bersifat disiplin, artinya dalam mendidik anak itu dari kecil sudah diajarkan cara bertanggung jawab sendiri. Jadi berbeda dengan pendapat david dan Havighurst. Di mana mendidik anak itu makin lama makin tidak ada perbedaan daripada kelas-kelas tersebut, karena makin banyaknya buku-buku populer, surat-surat kabar, radio-radio, televisi dan nasihat-nasihat pemerintahyang harus dikerjakan, dan sebagainya.




B. Faktor-faktor yang menyebabkan lahirnya Stratifikasi dan status sosial

Status : adalah kedudukan sosial seseorang dalam kelompoknya (masyarakatnya) . status seseorang biasanya mempunyai 2 aspek, yaitu :
a). Aspek Struktural, ialah status yang ditunjukan oleh adanya atau susunan lapisan sosial dari atas ke    bawah. Aspek ini sifatnya lebih stabil dibandingkan dengan fungsional.
b). Aspek Fungsional, juga disebut sosial role atau peranan sosial, yang terdiri dari kewajiban / kehancuran-kehancuran yang harus dilakukan seseorang karena kedudukannya di dalam status tertentu.
Di dalam masyarakat modern banyak sekali kelompok yang menyebabkan manusia mempunyai bermacam-macam status. Dalam berbagai kelompok tersebut individu mempunyai pula berbagai status. Misalnya, seseorang secara serentak mempunyai status  sebagai suami, sebagai ayah, sebagai ketua organisasi, sebagai politikus terkemuka dan sebagainya. Biasanya banyak sedikitnya status seseorang dalam masyarakat tergantung dari sosiabilita seseorang.

Dasar terjadinya stratifikasi dan macam-macam stratifikasi
Menurut Kingsley Davisdan Wilert E. Moore, bahwa stratifikasi ada hubungannya dengan penghargaan pelaksanaan fungsi-fungsi dalam masyarakat. Bukan fungsi yang menentukan kedudukan, tetapi kedudukan menentuikan fungsi seseorang.
            Stratifikasi ini terjadi disegala macam masyarakat. Bahkan oraang yang masih sederhanapun terjadi stratifikasi, hanya jarak tingkatan yang satu dengan yang lain tidak begitu tampak, misalnya pada masyarakat primitif dukun, kiai, dan sebagainya.
Di Amerika serikat stratifikasi masyarakat tampak dengan jelas, sehingga menimbulkan berbagai golongan dalam masyarakat. Di negara tersebut masyarakat terdiri dari tiga golongan yaitu :
1. Upper-class
2. Middle-class
3. Lower-class
        
Tiap-tiap golongan ini mempunyai sifat-sifat dan cara hubungan yang bebrbeda-beda. Dalam kehidupan umumnya stratifikasi dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
1). Stratifikasi terbuka
Anggota kelompok yang satu ada kemungkinan besar untuk berpindah ke kelompok yang lain, artinya dapat berpindah ke kelompok yang lebih rendah atau sebaliknya. Contohnya : kedudukan presiden dan menteri.
2). Stratifikasi tertutup
Kemungkinan pindah seorang anggota kelompok dari golongan yang satu ke golongan yang lain kecil sekali, ssebab biasanya sistem ini didasarkan atas keturunan. Misalnya : anak-anak keturunan brahmana, dengan sendirinya akan tetap menjadi golongan brahmana, dan sebaliknya golongan sudra.
Ditinjau dari segi psikologis kedua kelompok ini mempunyai keburukan dan kebaikan:
Stratifikasi terbuka lebih dinamis, dan anggota-anggota mempunyai cita-cita hidup yang lebih tinggi. Stratifikasi tertutup mempunyai cita-cita hidup yang lebih rendah.
Kelemahan stratifikasi terbuka adalah bahwa anggota-anggotanya mengalami kehidupan yang selalu tegang dan kwatir.

Dari apa yang di uraikan diatas, akhirnya dapat disimpulkan bahwa ukuran atau kriteria yang biasanya dipakai untuk menggolong-golongkan anggota-anggota masyarakat kedalam lapisan-lapisan sosial adalah sebagai berikut :
1). Ukuran kekayaan : Ukuran kekayaan (kebendaan) dapat di jadikan suatu ukuran; barang  siapa   yang   mempunyai kekayaan yang banyak, termasuk kedalam lapisan sosial teratas.
2).Ukuran kekuasaan : Barang siapa yang memiliki kekuasaan atau mempunyai wewenang terbesar ,menempati lapisan sosial teratas.
3). Ukuran kehormatan : ukuran kehormatan mungkin terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan atau kekuasaan. Orang yang paling di segani dan dihormati,mendapat kan atau menduduki lapisan sosial teratas. ukuran macam ini banyak di jumpai pda masy tradisional.
4). Ukuran ilmu pengetahuan : Ilmu pengetahuan dipakai ukuran oleh masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan.

B.Kesamaan Derajat : Cita-cita
Manusia sering mendapat sebutan sebagai “homo homoni lupus”.jika kita menyelami hakikat kemenusiaan maka”homo homoni lupus”dan stratifikasi sosial yang kita kenal sekarang adalah merupakan suatu kesenjangan dan sekaligus tantangan bagi eksistensi kemanusia.
Ketiga acuan yang lebih bersikap psikologis diatas adalah merupakan garis kodrati manusia untuk menghadapi kehidupan ini. Kehidupan semakin berkembang, permasalahan yang dihadapi telah mengasah daya nalar manusia, interaksi manusia sesamanya yang merupakan daya proses  pendidikan telah menimbulkan persaingan diantara sesamanya. Ini memerlukan pranata-pranata sosial yang akan mengaturnya dan  lagi suat ada yang mampu mengatasi”emosi-emosi primitif”yang dimiliki oleh manusia sehingga tidak berbenturan. Ini merupakan konsekuensi sosiologi dan eksistensi manusia sebagai makhluk sosial.                          
Tetapi jika manusia sdar bahwa masih ada lagi suatu kekuatan dalam dirinya selain akal (das ich),nafsu (das-es) yaitu kekuatan hati nurani (das uber ich) yang selalu berdiri di atas nafsu dan nalar dengan nilai-nilai  kelas ajran etis yang unifersal, maka strata sosial tinggi yang di capai nya merupakan tanggung jawab.                                                            
Dalam kenyataan nya kelas kelas sosial hubungkan dengan kemungkinan –kemungkinan kehidupan yang lebih baik. seperti yang defenisikan oleh Max Weber bahwa kelas adalah hubungan dengan harapan-harapan dalam hidup yang di punyai seseorang yang  masuk akal. Kedudukan seorang dalam suatu kelas sosial tertentu menentukan kemungkinan kesejahteraan yang di peroleh, kemungkinan pendidikan tinggi yang dapat di nikmati oleh anak-anaknya, kemungkinan jaminan kesehatannya, kemungkinan fasilitas yang akan di peroleh nya dan sebagainya. Sementara di suatu pihak kelas sosial tergolong massa, terendam dalam harapan-harapan yang tak terjangkau atau paling tidak sulit untuk di jangkau. Sehingga kualitas kehidupan kedua jenis kelas tersebut menunjukan perbedaan yg signifikan.
[1]
Menghadapi kenyataan seperti ini cita-cita kemanusiaan tidaklah terhenti. Tangga-tangga mobilisasi ke atas di persiapkan sesuai dengan potensi induvidual untuk mengejar apa yang di janjikan oleh humanisme universal, yaitu kesamaan derajat sebagai suatu cita-cita luhur. Proses pembangunan identitas di persiapkan untuk memancang suatu peranan, konsistensi cita-cita sebagai kebutuhan psologis di perkuat. Kesemuanya itu di maksudkan untuk mencapai derajat atau status sosial yang relatif sama.
Kesadaran pribadi sebagai makhluk berbudaya, yang berbudi daya mencetak “Master Plan” kehidupan untuk setiap tindakannya, untuk sebuah pertanggung jawaban kepada hakikat kemanusian secara universal. Potensi-potensi kemanusiaan yang merupakan warisan spesies adalah modal dasar untuk membangun kebudayaan yang jika di kristalisasikan akan sampai pada suatu nilai universal yang mengatur dan menentukan pranata-pranata kehidupan, adanya pranata yang sama yang terdapat pada semua masyarakat yang di kenal dengan menunjukan bahwa pada dasarnya manusia itu sama.38

1.Kesamaan derajat dan cita-cita.
Untuk memulai pembicaraan kesamaan derajat sebagai cita-cita kemanusiaan ini, bahwa cita-cita bukanlah merupakan milik manusia secara individual, tetapi merupakan cita-cita kelompok, masyarakat, bangsa sampai cita-cita seluruh umat manusia dalam pengertian hakikih. Kesamaan derajat yang berarti terlepas dari belenggu penjajahan “maxi”maupun penjajahan “mini” terlapas dari keterantungan suatu bangsa lain atau ketergantungan yang lebih mengarah kepada penekanan oleh suatu kelas sosial terhadap kelas lainnya.
Kebangkitan bangsa Indonesia untuk melawan penjajahan Belanda juga terdorong oleh cita-cita kemerdekaan yang juga mengandung makna kesamaan derajat dengan bangsa lain di dunia.
Ketika proklamasi kemerdekaan di dengungkan, habislah penjajahan, tapi sejak saat itu mulai terdengar dengung dari berbagai kelompok sosial dan politik untuk ikut adil dalam melancarkan kehidupan bangsa Indonesia, satu sebab nya adalah frakmentasi sosial dan politik akibat dari persaingan diantara partai-partai politik yang secara tradisional menentukan keserasian.
Pembangunan sosial, tumbuhnya organisasi-organisasi sosial dan sektor-sektor informal di perkotaan, merupakan suatu perubahan kualitatif masyarakat dan sekaligus menunjukkan adanya perjuangan untuk mencapai kesamaan derajat dan hak dalam mengelolah sendiri pembangunan masyarakatnya. Dicetuskannya “Universal Decralation Of Human Right”dan “Enternational Covenan Of Ekonomic And Social And Cultural Right and Civil and Political Right” merupakan realisasi aspirasi umat manusia diseluruh dunia. Hak-hak kemanusiaan seperti perubahan,ketertiban dan keadilan.Perjuangan menentang kemiskinan dan ketidak samarataan (Inequity) yang adalah perjuangan demi hak-hak ekonomi dan sosial, serta perjuangan menegakkan hak-hak politik yang adalah demi yang bebas dan demokratis, tidak akan ada artinya jika tidak didasarkan pada kesamaan negara dan bangsa disamping keamanan dan tidak dapat diganggunya pribadi manusia.
Pembukaan UUD RI tahun 1945 adalah merupakan pencermina dari cita-cita kemerdekaan yang dimulai dari nilai universal dari kemerdekaan, seperti yang tercantum dalam “Alinea 1”- “bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu,maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.

Ungkapan tersebut merupakan perwujudan kesadaran bangsa Indonesia akan eksistensi bangsa lain didunia, yang memiliki kesamaan derajat dalam pergaulan antara bangsa. Kesadaran ini diimplementasikan dalam pola laku pengaturan kehidupan berbangsa dan bernegara yang menghargai hak-hak asasi warganya melalui jalur demokrasi, cita-cita kesamaan derajat bagi bangsa Indonesia tercermin dalam UUD 1945 yaitu:pasal 27 kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, pekerjaan dan kehidupan yang layak, pasal 28 kemerdekaan berserikat berkumpul dan mengeluarkan prendapat dan pikiran,pasal 29 kemerdekaan beragama, pasal 30 tentang pembelaan negara pasal 31 tentang kesamaan hak dalam memperoleh pendidikan, apa yang tercantum dalam UUD itu merupakan keinginan seluruh bangsa Indonesia.
[2]
2.Usaha Mencapai Cita-Cita                                                                                                              
Bagi negara-negara berkembang khususnya yang memiliki kepadatan penduduk yang relatif tinggi dengan tingkat pendapatan perkapita rendah, maka kemiskinan bukanlah merupakan fenomena baru.
Fenomena inilah yang lebih mempertegas garis stratifikasi dalam masyarakat.adanya kemiskinan yang mengalami perjalanan panjang sehingga cendrung menjadi “kemiskinan absolut”mempengaruhi kemampuan seseorang untuk memahami permasalahan bahkan cenderung apatis terhadap permasalahan yang dihadapi. kemampuan fisik maupun psikisnya menurun dan menunjukkan kecendrungan angka kematian yang tinggi.
Permasalahan kehidupan yang demikian tidak akan dapat diatasi dengan usaha-usaha individual semata mata tanpa ada dukungan suasana yang memungkinkan dari suatu negara. Disinilah arti penting dari program pembangunan suatu negara, pranata-pranata sosial yang mengatur tata cara kehidupan masyarakat dan bernegara serta ketentraman lingkungan. Dengan pembangunan dalam suasana tertib dan tata perundang undangan yang humanis dan tercapailah cita-cita hidup dan kemanusiaan yaitu perubahan, ketertiban dan keadilan.
Melihat kemiskinan sebagai permasalahan dasar yang menyebabkan ketidakmampuan masyarakat untuk merubah nasibnya dalam arti meningkatkan kesejahteraan hidup nya, maka pembangunan di bidang perekonomian merupakan salah satu alternatif jawaban yang perlu di pertimbangkan dalam skala prioritas utama. Dalam hal ini pembangunan ekonomi di maksudkan sebagai kegiatan perekonomian yang secara langsung berhadapan dengan kemiskinan, baik seraca individual maupun kemiskinana masyarakat scara umum. Kegiatan perekonomian kebutuhan dasar  dalam meningkatkan kualitas pribadinya melalui pendidikan dan  kegiatan sosial. Usaha pembangunan ekonomi yang demikan oleh Soedjatmoko  dikatakan sebagai “Penghampiran kebutuha – kebutuhan pokok.40
Kerangka pendekatan pembangunan ekonomi “ penghampiran kebutuham – kebutuhan pokok “  ini membutuhkan kesiapan seluruh lapisan masyarakat  untuk berpartisipasi, penyerdehanaan birokrasi, pembangunan prasarana dan sarana pembangunan dan pemasaran. Di samping itu melaksankan pendekatan ini, di perlukan perubahan dan perombakan struktur sosial tradisional dengan menggalakkan koperasi dan lembaga – lembaga sosial yang bersifat swakelola kegiatan.
Kebutuhan pokok perekonomian yang pada mulanya dititikberatkan pencapainnya scra merata untuk melawan kemiskinan dan memenuhi kebutuhan dasar lain seperti kesehatan, gizi, pendidikan dan perumahan selanjutnya dalam prioritas kedua menengah kepada peningkatan status sosial . Tentu saja hal ini telah merubah motivasi perekonomian masyarakat dari pemenuhan kebutuhan pkok dengan motivasi perekonomian sebagai berikut;41
Pertama, Motivasi ekonomi diarahkan untuk melindungi diri dari modus – modus yang berpengaruh, yang dilegitimasikan dengan otoritas. Dalam hal ini dimaksudkan untuk mempertahankan hak – hak individual maupun sosial. Kedua, Motivasi ekonomi di arahkan untuk memenuhi keinginan – keinginan tertentu yang secara indipenden dapat memuaskan di samping berfungsi survival. Ketiga, Unsur lain yang merupakan tingkatan berikut dari motivasi ekonomi adalah kesenangan, termasuk di dalamnya gaya hidup gengsi, didasari oleh emosi – emosi estetika.
Kestabilan ekonomi masyarakat akan berpengaruhi besar terhadap kegiatan sosial lainnya. Seperti yang telah diasumsikan oleh Soedjatmoko bahwa pendekatan pemenuhan kebutuhan pokok akan merembet kepada gairah hidup untuk maju melalui pendidikan. Pendidikan sebagai proses transformasi budaya sebagai lembaga yang membuka cakrawala pandang masyarakat akan mendorong masyarakat untuk berusaha mempersiapkan diri melaksanakan mobilitas ke atas sebagaimana kodrat manusia yang tersembunyi dalam emosi primitif.
Pengaruh teori fungsional akan meletakan orang yang berpendidikan dalam kegiatan kelompok elite funsional teori fungsional akan meletakan orang yang berpendidikan dalam bagian kelompok elite fungsionsl yang akan mungkin membuka pintu ke arah status sosial yang berdasarkan ekonomi atau politik. Kenyataan menunjuk kan bahwa kesempatan pendidikan yang demikian luas dengan persaingan perekonomian melalui industrilisasi yang begitu maju menyebabkan terbukanya kesempatan untuk berusaha mencapai status sosial yang di kehendaki.
Kedua kerangka pendekatan yang saling menunjang, yaitu pendidikan dan ekonomi dapat menpercepat langkah ke arah tercapai nya kesamaan derajat kemanusiaan, namun untuk mencapai tujuan k tersebut membutuhkan waktu yang cukup panjang dan membutuhkan pranata-pranata serta kondisi pendukung tertentu.
Dalam undang-undang dasar 1945 mengenai hak dan kebebasan yang berkaitan dengan adanya persamaan derajat dan hak juga tercantum dalam pasal-pasalnya secara jelas. Sebagaimana kita ketahui Negara Republik Indonesia menganut asas bahwa setiap warga negara tanpa kecualinya memiliki kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan,dan ini sebagai konsekuensi prinsip dari kedaulatan rakyat yang bersifat kerakyatan. Hukum di buat di maksudkan untuk melindungi dan mengatur masyarakat secara umum tanpa adanya perbedaan. Kalau kita lihat ada empat pasal yang memuat ketentuan-ketentuan tentang hak-hak asasi itu yakni pasal 27, 28, 29 dan 31. Empat pokok hak-hak asasi dalam empat pasal UUD 1945 adalah sebagai berikut :
Pertama tentang kesamaan kedudukan dan kewajiban warga negara di dalam hukum di muka pemerintahan. Pasal 27 ayat 1 menetapkan : “ bahwa segala Warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam Hukum dan Pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Di dalam perumusan ini dinyatakan adanya suatu kewajiban dasar di samping hak asasi yang dimiliki warga negara, yaitu kewajiban untuk menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Dengan demikian perumusan ini secara prinsipil telah membuka suatu sistem yang berlainan sekali daripada sistem perumusan “Human Rights” itu secara Barat, hanya menyebutkan hak tanpa ada kewa hak asasi yang dimiliki warga negara, yaitu kewajiban untuk menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Dengan demikian perumusan ini secara prinsipil telah membuka suatu sistem yang berlainan sekali daripada sistem perumusan “Human Rights” itu secara Barat, hanya menyebutkan hak tanpa ada kewajiban di sampingangnya. Kemudian yang ditetapkan dalam pasal 27 ayat 2 ialah hak setiap warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Pokok kedua, selanjutnya dalam pasal 28 ditetapkan, bahwa “kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan oleh Undang-Undang”.
Pokok ketiga, dalam pasal 29 ayat 2 dirumuskan kebebasan asasi untuk memeluk agama bagi penduduk yang di jamin oleh negara, yang berbunyi sebagai berikut : “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masding dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
C. Elite dan masa
Istilah “elite” pertama kali digunakan pada abad ketujuh belas untuk menyebut barang-barang dagangan yang mempunyai keutamaan khusus : Istilah tersebut kemudian digunakan juga untuk menyebutkan kelompok-kelompok sosial tinggi, seperti kesatuan-kesatuan militer yang utama atau kalangan bangsawan atas. Definisi elite bertitik tolak dari adanya ketidaksamaan bakat-bakat individual dalam setiap lapisan kehidupan sosial. Lapisan sosial yang lebih tinggi dari kelompok-kelompok tertentu, yang tidak selalu didefinisikan secara tajam, yang di sebut aristokrasi yang bersifat militer, religius dan komersial maupun plutokrasi ( orang kaya ).
Dalam zaman modern, kelompok elite tidak begitu saja ditempatkan di atas seluruh masyarakat, tetapi berhubungan erat dengan masyarakat melelui suatu sub –elite, yaitu suatu kelompok yang lebih besar meliputi seluruh kelas menengah baru, terdidri dari pegawai negeri, manager, dan karyawan administrasi, ilmuwaan, kaum terpelajar dan intelektual. Munculnya elite baru menurut sosiologis ataupun psikologis, disebabkan oleh timbulnya kekuatan-kekuatan sosial yang membela kepentingan-kepentingan baru, misalnya kepentingan ekonomis, atau teknologis dalam masyarakat.
Masa dimaksudkan orang banyak tidak berkerumun disuatu tempat tertentu, tetapi mengikuti kejadian dan peristiwa tang penting. Dengan masa, para oknum adalah terpisah yang satu daripada yang lain. Maka dari itu para induvidu tidak bertindak otomatis, sebagai suatu jawaban atau sugesti, dan masing-masing tetap mengingat kepentingannya. Dalam pada itu kepentingan orang banyak itu dapat bertemu dan dalam hal demikian dilahirkan suatu pengaruh yang amat kuat.
Setelah memahami konsep dasar tentang elite dan masa maka pembahasan selanjutnya akan mengkaji tentang peran kaum elite terhadap masa. Dalam kajian ini elite didefinisikan mereka yang mempunyai pengaruh besar didalam masa ( masyarakat ). Salah satu ciri-ciri dari kaum elite adalah tidak memiliki basis pengikut dalam suatu golongan atau kelas sosial, akan tetapi berstruktur perorangan yang dalam ilmu sosial di jelaskan sebagai struktur patron client ( kaula-gusti) atau bapak anak buah. Kaum elite dalam kenyataannya di masyarakat kita, memperhatikan persaingan antar elite, mencari pengaruh masa dalam berbagai sektor kehidupan. Seperti halnya dalam kehidupan politik, jago-jago atau bintang-bintang politik diibaratkan sedang kontes. Dilain pihak, rakyat-rakyat sering hanya menjadi korban dari rivalitas antara elite ini namun mereka harus tetap ikut didalamnya, karena kesempatan yang di berikan oleh rivalitas ini, atau karena bagaimanapun rakyat ( masa) harus mencari perlindungan dari jago-jago elite ini.     Namun yang lebih penting adalah, sampai dimana rakyat terlibat dalam politik, atau aspek kehidupan lainnya dalam masyarakat.
Kekuatan politik, ekonomi dan militer dari elite politik, pejabat seperti patih, bupati dan sebagainya ditentukan oleh besar atau kecilnya jumlah penduduk atau cacah yang berada dibawah kekuasaannya. Dalam pandangan elite, rakyat (massa) tidak lain daripada pendukung-pendukung politik, militer dan ekonomi. Dalam piagam pengangkatan seorang pejabat teras, misal bupatigubernur disebutkan jumlah cacah yang mendukungnya. Rakyat inilah yang mengerjakan tanah, dan hasilnya sebagian diberikan kepada pejabat-pejabat ini baik untuk kehidupan pribadinya maupun buat keperluan sebagai pejabat. Strategi politik pejabat yaitu tempat tinggal rakyat dibuat menyebar, tidak diatas tanah yang merupakan satu kesatuan, sebab utamanya adalah supaya tidak ada bahaya pemberontakan.
Pandangan elite yang lebih penting adalah loyalitas rakyat kepadanya. Elite atau pejabat lebih menampilkan diri mereka sebagai penakluk, atau bagaimana menciptakan suatu kondisi sehingga rakyat atau massa menjadi tunduk kepadanya. Elit secara tidak langsung bisa saja berurusan dengan kepentingan rakyat, akan tetapi dibalik itu ada maksud yang dikandungnya yaitu bagaimana mempertahankan loyalitas rakyat atau massa. Seseorang elite bisa saja memiliki ambisi yang besar kemudian berusaha merebut loyalitas rakyat dari kaum elite lainnya. Cara-cara yang sering dilakukan oleh kaum elite ialah mengacau daerah lain agar rakyat lari ke daerah kekuasaannya.
1).Elite dalam berbagai dimensi
Dalam suatu kehidupan sosial yang teratur, baik dalam konteks luas maupun yang lebih sempit, dalam kelompok heterogen maupun homogen selalu ada kecenderungan untuk menyisihkan satu golongan tersendiri sebagai satu golongan yang penting, memiliki kekuasaan dan mendapatkan kedudukan yang terkemuka jika dibandingkan dengan massa. Penentuan golongan minoritas ini didasarkan pada penghargaan masyarakat terhadap peranan yang dilancarkan dalam kehidupan masa kini serta andilnya dalam meletakan dasar-dasar kehidupan pada masa-masa yang akan datang. Golongan minoritas yang berada pada posisi atas yang secara fungsional dapat berkuasa dan menentukan dalam studi sosial dikenal dengan elite. Elite adalah suatu minoritas pribadi-pribadi yang diangkat untuk melayani suatu kolektifitas dengan cara yang bernilai sosial.
Kelompok minoritas yang mempunyai nilai secara sosial ini berkembang sejalan dengan perkembangan fungsional dalam suatu masyarakat. Pengembangan elite sebagai suatu kelompok minor yang berpengaruh dan menentukan dalam masyarakat tetap beranjak dari fungsi sosialnya disamping adanya pertimbangan-pertimbangan lain sesuai dengan latar belakang sosial budaya masyarakat. Ada dua kecenderungan yang digunakan untuk menentukan elite dalam masyarakat yaitu :
Pertama, menitikberatkan pada fungsi sosial dan yang kedua, pertimbangan-pertimbangan yang bersifat moral. Kedua kecenderungan penilaian ini menurut Person melahirkan dua macam elite, yaitu elite internal dan elite eeksternal. Elite internal menyangkut integrasi moral serta solidaritas sosial yang berhubungan dengan perasaan tertentu pada saat tertentu, sopan santun dan keadaan jiwa. Sedangkan elite eksternal adalah meliputi pencapaian tujuan dan adaptasi, berhubungan problema-problema yang memperlihatkan sifat yang keras, masyarakat lain atau masa depan yang tak tentu.
Golongan elite sebagai minoritas sering ditempatkan dengan beberapa bentuk penampilan antara lain :
a).Elite menduduki posisi yang penting dan cenderung merupakan poros kehidupan masyarakat secara keseluruhan.
b).Faktor utama yang menentukan kedudukan mereka adalah keunggulan dan keberhasilan dilandasi oleh kemampuan baik yang bersifat fisik maupun psikis, material maupun immaterial, merupakan herediter maupun pencapaian.
c). Dalam hal tanggung jawab, merka memiliiki tanggung jawap yang lebih besar jika di bandingkan dengan masarakat lain.
d). Ciri-ciri yang lain yang merupakan konsekuensi logis dari ke tiga hal di atas adalah imbalan yang lebih besar yang di peroleh atas pekerjaan dan usahanya

Sejalan dengan ciri-ciri (yang walaupun tidak selalu tampak secara eksplisit) ini dan berdasarkan tata nilai dan norma yang melahirkan stratifikasi sosial maka kita akan mrngenal berbagai macam elite. Kelompok inti sosial akan melahirkan elite sesuai dengan kecenderungan masyaarakat menentukan golongan yang memiliki fungsisosial terbesar atau kelompok-kelompok terkemuka dalam masyarakat, kelompok inti sosial inti itu mungkin para pendeta, atau pemuka agama lainnya, mungkin para pemegang kekuasaan, militer dan lain-lain yang dapat dijadikan perantara bagi kesejahteraan masyarakat.

Kasta juga masih digunakan sebagai salah satu dasar untuk menentukan elite. Dalam hal ini elite membina golongan melalui keturunan dan menjaga agar keturunannya tetap berada dalam kasta yang tinggi. Dalam hal ini kasta tidak hanya terbatas dalam tingkat kebangsawanan, tetapi dilahirkan oleh kristalisasi nilai yang ada dalam masyarakat.
Mungkin berdasarkan agama, kekerabatan, ekonomi dan aktivitas jabatan tertentu. Sejalan dengan elite berdasarkan kasta ini kita kenal yang disebut dengan Estate Pertama. Elite jenis ini banyak kita jumpai di negara-negara yang sifatnya terpusat dan feodal dimana suatu lapisan ditentukan secara legal oleh masyarakat untuk menguasai fungsi-fungsi kemasyarakatan yang utama. Kedudukan sebagai estate pertama ini bisa diperoleh dengan kelahiran, pengangkatan, dan bahkan bisa dibeli. Hal ini menyebabkan kedudukannya lebih labil jika dibandingkan dengan kasta.
Selain itu dikenal pula kelompok-kelompok elite yang berdasarkan aristokrasi, berupa suatu kelompok tunggal yang menguasai fungsi-fungsi sosial yang menentukan. Elite aristokrasi ini cenderung memilih jabatan politik yang tidak ditentukan oleh keturunan.Walaupun kelompok aristokrasi ini berada pada kelompok atas, tetapi hubungannya dengan masyarakat relatif tidak terlalu jauh. Hal ini disebabkan karena jabatan yang dipegangnya cenderung tidak spesialis, sehingga masih perlu merangkul kekuatan-kekuatan lain yang ada dalam masyarakat.
Apa yang telah di uraikan di atas umun nya merupakan relevansi antara struktur sosial dengan elite yang muncul pada masa-masa yang lalu. Selanjutnya dalam perkembangan  kemajuan industrialialisasi serta orientasi kepentingan nasional suatu negara memperluas elite-elite yang  berkembang. Kenyataan saat ini merupakan penjabaran dari teori-teori Person bahwa pengembangan spesialisasi elite-elite, di hubungkan dengan differensiasi sistem sosial yang bersifat struktural fungsional. Sehubungan dengan teori tersebut maka elite-elite yang muncul sesuai dengan kepentingan masyarakat untuk mencapai  tujuan nasional bukan tujuan yang bersifat sementara dan relatif.44
Kemajuan di bidang perekonomian menunjukan semakin berperannya elite ekonomi dalam merealisasikan tujuan-tujuan nasiona, baik yang berorientasi ekonomi maupun sektor lain. Pembangunan yang bersifat integral dalam dunia modern memerlukan beberapa kondisi yang penting yang merupakan kebutuhan pokok untuk kelancaran pencapaian tujuan. Pembangunan membutuhkan konsepsi-konsepsi yang relevan, dan untuk melaksanakan konsepsi tersebut dibutuhkan pertahanan keamanan yang baik. Para pemimpin di harapkan memiliki pedoman  moral sehungga dapat di jadikan pedoman moral bagi warganya, dan untuk itu dibutuhkan kelompok-kelompok integratif.
Kebutuhan seperti ini melahirkan kelompok-kelompok elite dalam bidang militer yang terdiri dari perwira-perwira berpangkat tinggi untuk tugas-tugas pertahanan dan keamanan. Untuk keserasian hubungan dalam rangka pertahanan keamanan dari ancaman luar negri melahirkan elite-elite diplomatik yang terdiri dari panduta/konsul. Untuk menjaga keseimbangan fungsi adapted dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan diperlukan pemikir-pemikir yang akan melahirkan konsep-konsep dan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dari sisi ini lahirlah kelompok elit dalam ilmu pengetahuan dan intelektual yang disebut elite ilmiah. Sebagai kelompok integratif  yang memberikan dan mengawasi jaminan moral dalam moral dalam pencapaian  tujuan duduklah para pemimpin agama,ahli-ahli filsafat, para pendidik dalam kelompok elite integratif. 
                                                                       
Kelompok para seniman, penulis, wartawan artis serta  bersifat telah membentuk satu kelompok elite yang fungsinya tidak nyata, tetapi mempunyai peranan penting di dalam menegakkan moral, solidaritas sosial fungsi kontrol sosial. Kelompok elite yang terakhir ini lebih   bersifat tidak resmi dan sering terselubung oleh fungsi-fungsi lain. Kekuatan kedudukan mereka sebagai kelompok elite ditentukan oleh kemampuan mereka memberikan cermin kehidupan secara tidak langsunng.
Di indonesia kelompok elite d i wakili oleh dua kekuatan legislatif ( DPR ) dan kelompok eksekutif. Pembagian ini dikemukan oleh Emmerson yang merupakan hasil paenelitiannya ( 1956 ).45 tinjauan lain yang dilihat oleh emmerson adalah “Cultural Politic “, yang meninjau kebudayaan politik elite dari segi perbedaan orientasi. Menurut emmerson perbedaab pandangan itu adalah pertentangan antara kelompok elite “Ambangan “ dan “ Santri “ ( Islam ). Walaupun penduduk indonesia prosentasenya lebih besar beragama islam tetapi tampaknya elite “ Santri “ merupakan kelompok elite politik yang lebih lemah. Keadaan ini disebabkan karena latar belakang sosial kedua kelompok itu berbeda. Kelompok elite ambangan yang umumnya, berada di pulau jawa yang orientasi politiknya lebih dekat dengan ibu kota negara sebagai pusat kegiatan politik, sementara kelompok elite santri umumnya berasal dari luar jawa dan dari lingkungan sosial ekonomi yang kurang mampu.
Selanjutnya emmerson melihat perbandingan kekuatan kelompok elite legislatif dan elite eksekutif yang menyimpulkan bahwa kelompok eksekutif lebih kuat jikan dibandingkan dengan kelompok elite legislatif. Emmerson menunjukan pengangakatan beberapa orang anggota DPR oleh pemerintah sebagai salah satu bukti kekuatan eksekutif. di samping itu karena ajaran eksekutif atau para administratur dan birokrat lebih berorientasi kepada penguasa maka tingkah laku politiknya lebih cenderung berpegang pada kegiatan atasan daripada mengabdi kepentingan rakyat.
Emmerson juga menunjukkan karateristik elite legislatif dan elite eksekutif dengan mengungkapkan perbedaan kekuatan itu. Kelompok birokrat bukan saja lebih homogen jika dibandingkan dengan kelompok parlemen, tapi juga dalam proses sosialisasinya elite birokrat lebih kosmopolitan kalau dibandingkan dengan anggota parlemen. Hal ini menyebabkan elite legislatif lebih memperlihatkan sikap toleransi yang rendah kepada pemimpin mereka ( yang berkuasa ) dan kepercayaannya juga berkurang.
Hubungannya dengan kelompok elite militer, ini merupakan warna tersendiri dari budaya politik Indonesia. Adanya “ Dwi fungi ABRI “ cebderung memperkuat kedudukan kelompok priyayi birokrat seperti yang diungkapkan oleh kelompok Alfian, bahwa peranan dari ABRI menentukan dalam politik. Peranan politisi sipil yang tergabung dalam partai politik semakin melemah. Dengan demikian maka militer di indonesia menjadi satu kelompok elite tersendiri dalam budaya politik indonesia.

2).Peranan Elite terhadap Massa
Elite sebagai minoritas yang memiliki kualifikasi tertentu yang eksistensinya sebagai kelompok penentu dan berperan dalam masyarakat diakui secara legal oleh masyarakat pendukungnya. Dalam hal ini kita melihat elite sebagai kelompok yang berkuasa dan kelompok penentu.
Dalam kenyataannya elite penguasa kita jumpai lebih tersebar, jangkauannya lebih luas tetapi lebih bersifat umum, tidak terspesialisasi seperti kelompok penentu. Kita mengenal adanya kelompok penguasa merupakan golongan elite yang berasal dari kondisi sejarah masa lampau. Kelompok elite penguasa ini tidak mendasarkan diri pada fungsi-fungsi sosial tetapi lebih bersifat kepentingan-kepentingan birokrat. Kita bisa menjumpai kelompok penguasa ini pada berbagai perhimpunan yang bersifat khusus, pada kelompok birokratis yang berfungsi sebagai pembuat kebijakan-kebijakan maupum sebagai pelaksana dan sebagai elite pemerintah.
Kelompok elite penentu lebih banyak berperan dalam mengemban fungi sosial. Hal ini dapat kita buktikan dalam kekuatan-kekuatan sosial yng sedang berjalan saat ini. Di samping peranan yang telah dijelaskan secara fungsional untuk mencapai tujuan yang telah dibahas dalam bagian “elite dalam berbagai dimensi “ diatas, kita juga dapat melihat bagaimana elite penentu ini berperan dalam berfungsi sosial sebagai berikut :
a). Eliete penentu dapat dilihat sebagai suatu lembaga kolektif yang merupakan pencerminan kehendak-kehendak masyarakat dalam hal ini elite penentu bertindak sebagai lembaga yang berwenang sebagai pengambilan dan penentu, keputusan akhir, pendukung kekuatan moral bahkan dapat menjadi proto type dari masyarakat
b). Sebagai lembaga politik, elite penentu mempunyai peranan memajukan kehidupan masyarakatnya dengan memberikan kerangka pemikiran konsepsional sehingga masa dapat dengan tepat menanggapi permasalah yang hadapinya
c). Elite penentu memiliki peranan moral dan solidaritas kemanusiaan baik dalam pengertian nasionalisme maupun pengertian universal. Hal ini penting sekali dalam rangka penghayatan tentang identitas dan tujuan hidup bersama, dengan pola pemikiran filosofis yang sama dan kerangka pendekatan yang sama pola.
d). Elite penentu lainnya berfungsi untuk memenuhi kebutuhan pemuasan hedonik atau pemuasan intrinsik lainnya bagi manusia khususnya terhadap raksi-raksi emosiona. Peranan ini disebut dengan peranan ekspesif. Kelompok elite yang bertugas untuk memenuhi kebutuhan ini bekerja dengan pertimbangan nilai etis estetis. Disinilah kehadiran para seniman, sastrawan, komponis biduan dan lain-lain. Karya-karya mereka mengumandangkan nilai-nilai yang terdapat dalam ketiga fungsi terdahulu dengan pendekatan estetis. Disamping itu dapat pula berfungsi sebagai  kontro sosial yang independen yang hanya berpegang pada nilai-nilai universal dan lebih bersifat simbolik.



KATA PENGANTAR
Puji  syukur  kehadirat  Tuhan  Yang  Maha  Kuasa  atas  segala  limpahan  Rahmat,  Inayah,  Taufik  dan  Hidayahnya  sehingga  kami  dapat  menyelesaikan  penyusunan  makalah  ini  dalam  bentuk  maupun  isinya  yang  sangat  sederhana.  Semoga  makalah  ini  dapat  dipergunakan  sebagai  salah  satu  acuan,  petunjuk  maupun  pedoman  bagi  pembaca  dalam  administrasi  pendidikan.
Harapan  kami  semoga  makalah  ini  membantu  menambah  pengetahuan  dan  pengalaman  bagi  para  pembaca,  sehingga  kami  dapat  memperbaiki  bentuk  maupun  isi  makalah  ini  sehingga  kedepannya  dapat  lebih  baik.
Makalah  ini  kami  akui  masih  banyak  kekurangan  karena  pengalaman  yang  kami  miliki  sangat  kurang. Oleh  karena  itu  kami  harapkan  kepada  para  pembaca  untuk  memberikan  masukan-masukan  yang  bersifat  membangun  untuk  kesempurnaan  makalah  ini.




37). Peter L. Berger, Humanisme Sosiologi, Inti Sarana Aksara, Jakarta, 1985, hal 113
38). Parsudi Suparlan, Dr, (editor), Manusia,Kebudayaan dan Lingkungannya,Rajawali,Jakarta,1984,hal 74.
39). Soejatmoko, Pembangunandan Pembebasan, LP3ES, Jakarta, 1984, hal 32

No comments:

Post a Comment