BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pelapisan Sosial
1.Pengertian Pelapisan Sosial (Stratifikasi Sosial)
Stratifikasi sosial berasal dari kata stratus yang artinya lapisan. Sehingga lapisan sosial berarti “lapisan masyarakat”.
Suatu kiasan untuk menggambarkan bahwa dalam tiap kelompok terdapat perbedaan kedudukan seseorang dari yang berkedudukan tinggi sampai yang berkedudukan
rendah, seolah-olah merupakan lapisan yang bersaf-saf dari atas ke
bawah. Kalau kita
amati maka pada setiap masyarakat (kelompok) pasti terdapat
beberapa orang yang
lebih dihormati dari orang lain.
Untuk mudahnya
maka stratifikasi sosial lebih
dapat dijelaskan kalau kita perhatikan susunan kekastaan pada masyarakat Hindu di mana
terdapat urutan- urutan yang paling
tinggi sampai yang terendah seolah-olah hidupnya
berlapis. Susunan kekastaan Hindu tersebut adalah Brahmana,
Ksatria, Waisya dan Sudra.
Demikian pula pada masyarakat modern dewasa
ini stratifikasi sosial tetap ada, sekalipun tidak setegas pembagian dalam kekastaan
Hindu.
Dewasa ini tampak bahwa
orang-orang yang memiliki
kekuatan ekonomi politik, kekuatan militer, inteligensi yang tinggi,
dan pimpinan agama, menduduki stratifikasi sosial pada lapisan-lapisan
atas di masyarakat tertentu, sehingga hartawan, politikus, jendral, guru besar,
dan pimpinaan ulama merupakan orang-orang yang di
hormati dalam masyarakatnya.
Stratifikasi sosial dalam kekastaan hindu adalah
demikian kakunya, sehingga antara kasta
yang satu dengan
yang lain seolah-olah
terpisah dalam tembok-tembok
yang berbeda-beda. Hal ini
menghambat komunikasi massal (komunikasi hanya terjadi dalam lingkungan
kastanya sendiri-sendiri). Keadaan demikian jelas akan menghambat laju pembangunan
pada masyarakat tersebut. Tetapi dengan perkembangan pendidikan dan teknologi
dewasa ini masyarakat
dengan kekastaan juga mengalami pergeseran dan perubahan.
2.
Status Sosial
Dalam berbagai kelompok atau masyarakat
seorang individu memiliki apa yang
dinamakan Status Sosial. Status Sosial
merupakan kedudukan seseorang (individu) dalam suatu
kelompok pergaulan hidupnya.
Status seorang individu dalam masyarakat
dapat
dilihat dari dua aspek yakni:
a). Aspek statis:
Yaitu kedudukan dan derajat seseorang di dalam
suatu kelompok yang dapat dibedakan dengan dertajat atau kedudukan individu lainnya. Seperti :
petani dapat dibedakan dengan nelayan, pegawai negri, pedagang, dan lain-lain.
b). Aspek Dinamis:
Yaitu berhubungan erat dengan
peranan sosial tertentu yang berhubungan dengan pengertian jabatan, fungsi, dan
tingkah laku yang formal serta jasa yang diharapkan dari fungsi dan jabatan
tersebut. Contoh: direktur perusahaan, pimpinan sekolah, komandan batallion,
camat dan sebagainya.
Peranan Sosial, adalah suatu cara atau perbuatan atau tindakan seseorang individu dalan usahanya memenuhi tanggung jawab hak-hak dari statusnya. Maka seseorang
akan terlihat menjalankan kegiatan atau tidak yang
sesuai dengan status sosialnya masing-masing, dapat dilihat dari peranannya.
Status sosial seseorang dalam kehidupan
kelompok dapat berdasarkan keanggotaan dalam kelompok yang tidak dibentuk seperti status berdasarka usia, seks dan
sistem kekerabatan (dewasa, anak, ibu, kakek,
paman dan sebagainya)
dapat pula berdasarkan kelompok yang dibentuk
seperti status edukasi, partai politik, perusahaan dan lain-lain,
(Rektor, dekan, Guru besar,
lektor, dan seterusnya, ketua partai, anggota partai, direktur, kasir, kepala
gudang dan lain-lain)
.
Telah disinggung diatas bahwa setiap orang memiliki status dalam
masyarakat masing-masing. Penelitian-penelitian menunjukan bahwa semakin kecil dan semakin sederhana suatu masyarakat, semakin kecil pula status-status sosial, sehingga sering dikemukakan bahwa ciri-ciri
masyarakat yang sederhana
(primitif) adalah tidak banyak
differensiasi tugas-tugas sosialnya.
Pada prinsipnya setiap individu
dalam pergaulan hidupnya memiliki status sosial yang pokok (key
status)yang berupa :
1). Pekerjaan seseorang (merupakan status yang terpenting).
2). Status dalam sistem
kekerabatan.
3)Status religius dan status politik.
Manusia dalam kehidupan
bersama disamping mengadakan interaksi individu (pribadi) tidak jarang pula
terjadi interaksi status, bahkan dalam
kehidupan sehari-hari kita sering melakukan
interaksi dengan banyak orang tanpa
mengenal pribadi (tanpa mengetahui nama). Pada akhirnya dapatlah ditekankan bahwa salah satu
syarat dari kelompok yang sangat penting
adalah adanya organisasi yang merupakan
wadah dimana terdapat
pembagian tugas dan petugas
antara anggota-anggota suatu kelompok untuk mencapai tujuan dari kelompok tersebut.
Suatu
organisasi sosial memiliki dua aspek penting yakni :
a). Aspek fungsi
Aspek
fungsi memperlihatkan manifestasi aktifitas kolektif dalam berbagai tujuan,
aktifitas kolektif akan diikuti oleh aktivitas-aktivitas kelompok yang lebih
kecil.
b). Aspek Struktur
Aspek
struktur memperlihatkan bahwa struktur organisasi kemasyarakatan meliputi
kelompok-kelompok sosial, pola-pola umum budaya masyarakat tertentu, pranata
sosial dan lain-lain.
3.
Peranan Sosial
Dalam tiap-tiap keluarga, biasanya
terdapat tipe yang berbeda-beda. Tipe keluarga Jerman, misalnya, ayah adalah
yang berkuasa. Sedangkan keluarga Negro, ibulah yang berkuasa. Demikian juga
dalam hubungan kulturalnya terdapat perbedaan-perbedaan. Misalnya :
a). Keluarga
Khatolik berbeda dengan keluarga Protestan dalam pengajarannya.
b).
Orang jawa mengajar anaknya dengan bahasa jawa, sedangkan orang prancis mengajar
anaknya dengan bahasa prancis, dan sebagainya.
Menurut Bossart dan Boll : bahwa masyarakat itu mula-mula
terdiri dari small family (keluarga kecil), yaitu suatu keluarga yang terdiri
dari ayah, ibu dan anaknya paling banyak 2 atau 3 anak. Pada keluarga kecil ini
anak-anak lebih banyak menikmati segi sosial ekonomi, dan lebih banyak
diperlihatkan oleh orang tuanya. Yang dipentingkan adalah anak mendapatkan
kualitas yang baik.
Dikatakannya
bahwa kelas-kelas sosial dapat dibedakan menjadi 3 macam :
1).Upper-class
; dalam kelas ini sikap terhadap anak adalah bangga dan menaruh pengharapan.
Anak diharapkan untuk membantu keluarganya, mereka berjuang agar mereka dapat
mendidik anak sebaik mungkain, baik secara jasmani, sosial maupun intelektual.
2). Middle-class
: disini tidak diadakan penyelidikan.
3).Lower-class
: di sini keinginan-keinginan seperti upper-class itu kurang karena
alasan-alasan ekonomi dan sosial.
Selanjutnya Kluckhohn, mengadakan penyelidikan
dipandang dari masalah wewenang. Bagaimana ank-anak lower-class ini memandang terhadap wewenang.
1).Biasanya anak-anak dari lower-class ini memandang kelas di atasnya bersifat takut.
Sedangkan anak-anak dari middle-class
biasanya memandang wewenang bersifat menghormati.
2). Pada lower-class
biasanya disiplin itu ditandai dengan ciri-ciri fisik / kekerasan / konflik.
Kalau marah biasanya bersifat badaniah yaitu dengan memukul, meninju dan
sebagainya. Sedangkan pada middle-class
tidak dengan cara fisik, tetapi dengan cara kompetisi (persaingan), misalnya
dalam pertandingan-pertandingan olah raga dan sebagainya.
Demikian pula Davis dan Havighurst, mempelajari
cara-cara lower-class dan middle-class family di Chicago di dalam
melatih anak-anak mereka, memberi makan, menyapih dan sebagainya. Dalan hal ini
mereka mendapatkan kenyataan banyak dibandingkan dengan middle-class. Mereka menyapih anak-anaknya lebih akhir dari pada middle-class. Sedangkan pada middle-class anak dikehendaki memakai
pakaian sendiri, dan lebih awal mengambil macam-macam tanggung jawab dari pada lower-class.
Akhirnya ahli penemuan lain mengenai cara
pemeliharaan anak, yaitu Maccoby dan Gibbs, menunjukkan kesimpulan yang lain
daripada di atas tadi. Dikatakan bahwa pada middle-class
sifatnya lebih bebas mengasuh anak atau lebih bersifat mengizinkan /
membebaskan terhadap anak. Sedangkan pada keluarga lower-class lebih bersifat disiplin, artinya dalam mendidik anak
itu dari kecil sudah diajarkan cara bertanggung jawab sendiri. Jadi berbeda
dengan pendapat david dan Havighurst. Di mana mendidik anak itu makin lama
makin tidak ada perbedaan daripada kelas-kelas tersebut, karena makin banyaknya
buku-buku populer, surat-surat kabar, radio-radio, televisi dan nasihat-nasihat
pemerintahyang harus dikerjakan, dan sebagainya.
B. Faktor-faktor
yang menyebabkan lahirnya Stratifikasi dan status sosial
Status : adalah kedudukan sosial seseorang dalam
kelompoknya (masyarakatnya) . status seseorang biasanya mempunyai 2 aspek,
yaitu :
a). Aspek Struktural,
ialah status yang ditunjukan oleh adanya atau susunan lapisan sosial dari atas
ke bawah. Aspek ini sifatnya lebih
stabil dibandingkan dengan fungsional.
b). Aspek Fungsional,
juga disebut sosial role atau peranan sosial, yang terdiri dari kewajiban /
kehancuran-kehancuran yang harus dilakukan seseorang karena kedudukannya di
dalam status tertentu.
Di dalam masyarakat modern banyak sekali kelompok
yang menyebabkan manusia mempunyai bermacam-macam status. Dalam berbagai
kelompok tersebut individu mempunyai pula berbagai status. Misalnya, seseorang
secara serentak mempunyai status sebagai
suami, sebagai ayah, sebagai ketua organisasi, sebagai politikus terkemuka dan
sebagainya. Biasanya banyak sedikitnya status seseorang dalam masyarakat
tergantung dari sosiabilita seseorang.
Dasar terjadinya
stratifikasi dan macam-macam stratifikasi
Menurut Kingsley Davisdan Wilert E. Moore, bahwa
stratifikasi ada hubungannya dengan penghargaan pelaksanaan fungsi-fungsi dalam
masyarakat. Bukan fungsi yang menentukan kedudukan, tetapi kedudukan
menentuikan fungsi seseorang.
Stratifikasi ini terjadi disegala
macam masyarakat. Bahkan oraang yang masih sederhanapun terjadi stratifikasi,
hanya jarak tingkatan yang satu dengan yang lain tidak begitu tampak, misalnya
pada masyarakat primitif dukun, kiai, dan sebagainya.
Di Amerika serikat stratifikasi masyarakat tampak
dengan jelas, sehingga menimbulkan berbagai golongan dalam masyarakat. Di
negara tersebut masyarakat terdiri dari tiga golongan yaitu :
1. Upper-class
2. Middle-class
3. Lower-class
Tiap-tiap golongan ini mempunyai sifat-sifat dan
cara hubungan yang bebrbeda-beda. Dalam kehidupan umumnya stratifikasi dapat
dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
1). Stratifikasi terbuka
Anggota
kelompok yang satu ada kemungkinan besar untuk berpindah ke kelompok yang lain,
artinya dapat berpindah ke kelompok yang lebih rendah atau sebaliknya.
Contohnya : kedudukan presiden dan menteri.
2). Stratifikasi tertutup
Kemungkinan
pindah seorang anggota kelompok dari golongan yang satu ke golongan yang lain
kecil sekali, ssebab biasanya sistem ini didasarkan atas keturunan. Misalnya :
anak-anak keturunan brahmana, dengan sendirinya akan tetap menjadi golongan
brahmana, dan sebaliknya golongan sudra.
Ditinjau
dari segi psikologis kedua kelompok ini mempunyai keburukan dan kebaikan:
Stratifikasi
terbuka lebih dinamis, dan anggota-anggota mempunyai cita-cita hidup yang lebih
tinggi. Stratifikasi tertutup mempunyai cita-cita hidup yang lebih rendah.
Kelemahan
stratifikasi terbuka adalah bahwa anggota-anggotanya mengalami kehidupan yang
selalu tegang dan kwatir.
Dari
apa yang di uraikan diatas, akhirnya dapat disimpulkan bahwa ukuran atau
kriteria yang biasanya dipakai untuk menggolong-golongkan anggota-anggota
masyarakat kedalam lapisan-lapisan sosial adalah sebagai berikut :
1).
Ukuran kekayaan : Ukuran kekayaan (kebendaan) dapat di jadikan suatu ukuran;
barang siapa yang mempunyai
kekayaan yang banyak, termasuk kedalam lapisan sosial teratas.
2).Ukuran
kekuasaan : Barang siapa yang memiliki kekuasaan atau mempunyai wewenang
terbesar ,menempati lapisan sosial teratas.
3).
Ukuran kehormatan : ukuran kehormatan mungkin terlepas dari ukuran-ukuran
kekayaan atau kekuasaan. Orang yang paling di segani dan dihormati,mendapat kan
atau menduduki lapisan sosial teratas. ukuran macam ini banyak di jumpai pda
masy tradisional.
4).
Ukuran ilmu pengetahuan : Ilmu pengetahuan dipakai ukuran oleh masyarakat yang
menghargai ilmu pengetahuan.
B.Kesamaan Derajat :
Cita-cita
Manusia sering mendapat sebutan sebagai “homo homoni lupus”.jika kita menyelami
hakikat kemenusiaan maka”homo homoni
lupus”dan stratifikasi sosial yang kita kenal sekarang adalah merupakan
suatu kesenjangan dan sekaligus tantangan bagi eksistensi kemanusia.
Ketiga acuan yang lebih bersikap
psikologis diatas adalah merupakan garis kodrati manusia untuk menghadapi
kehidupan ini. Kehidupan semakin berkembang, permasalahan yang dihadapi telah
mengasah daya nalar manusia, interaksi manusia sesamanya yang merupakan daya
proses pendidikan telah menimbulkan
persaingan diantara sesamanya. Ini memerlukan pranata-pranata sosial yang akan
mengaturnya dan lagi suat ada yang mampu
mengatasi”emosi-emosi primitif”yang dimiliki oleh manusia sehingga tidak berbenturan.
Ini merupakan konsekuensi sosiologi dan eksistensi manusia sebagai makhluk
sosial.
Tetapi jika manusia sdar bahwa masih ada
lagi suatu kekuatan dalam dirinya selain akal (das ich),nafsu (das-es) yaitu kekuatan hati nurani (das uber ich) yang selalu berdiri di
atas nafsu dan nalar dengan nilai-nilai
kelas ajran etis yang unifersal, maka strata sosial tinggi yang di capai
nya merupakan tanggung jawab.
Dalam kenyataan nya kelas kelas sosial
hubungkan dengan kemungkinan –kemungkinan kehidupan yang lebih baik. seperti yang
defenisikan oleh Max Weber bahwa kelas adalah hubungan dengan harapan-harapan
dalam hidup yang di punyai seseorang yang
masuk akal. Kedudukan seorang dalam suatu kelas sosial tertentu
menentukan kemungkinan kesejahteraan yang di peroleh, kemungkinan pendidikan
tinggi yang dapat di nikmati oleh anak-anaknya, kemungkinan jaminan
kesehatannya, kemungkinan fasilitas yang akan di peroleh nya dan sebagainya.
Sementara di suatu pihak kelas sosial tergolong massa, terendam dalam
harapan-harapan yang tak terjangkau atau paling tidak sulit untuk di jangkau.
Sehingga kualitas kehidupan kedua jenis kelas tersebut menunjukan perbedaan yg
signifikan.
[1]
Menghadapi kenyataan seperti ini cita-cita kemanusiaan tidaklah terhenti. Tangga-tangga mobilisasi ke atas di persiapkan sesuai dengan potensi induvidual untuk mengejar apa yang di janjikan oleh humanisme universal, yaitu kesamaan derajat sebagai suatu cita-cita luhur. Proses pembangunan identitas di persiapkan untuk memancang suatu peranan, konsistensi cita-cita sebagai kebutuhan psologis di perkuat. Kesemuanya itu di maksudkan untuk mencapai derajat atau status sosial yang relatif sama.
Menghadapi kenyataan seperti ini cita-cita kemanusiaan tidaklah terhenti. Tangga-tangga mobilisasi ke atas di persiapkan sesuai dengan potensi induvidual untuk mengejar apa yang di janjikan oleh humanisme universal, yaitu kesamaan derajat sebagai suatu cita-cita luhur. Proses pembangunan identitas di persiapkan untuk memancang suatu peranan, konsistensi cita-cita sebagai kebutuhan psologis di perkuat. Kesemuanya itu di maksudkan untuk mencapai derajat atau status sosial yang relatif sama.
Kesadaran pribadi sebagai makhluk
berbudaya, yang berbudi daya mencetak “Master
Plan” kehidupan untuk setiap tindakannya, untuk sebuah pertanggung
jawaban kepada hakikat kemanusian secara universal. Potensi-potensi kemanusiaan
yang merupakan warisan spesies adalah modal dasar untuk membangun kebudayaan
yang jika di kristalisasikan akan sampai pada suatu nilai universal yang
mengatur dan menentukan pranata-pranata kehidupan, adanya pranata yang sama
yang terdapat pada semua masyarakat yang di kenal dengan menunjukan bahwa pada
dasarnya manusia itu sama.38
1.Kesamaan derajat dan cita-cita.
Untuk memulai pembicaraan kesamaan
derajat sebagai cita-cita kemanusiaan ini, bahwa cita-cita bukanlah merupakan
milik manusia secara individual, tetapi merupakan cita-cita kelompok, masyarakat,
bangsa sampai cita-cita seluruh umat manusia dalam pengertian hakikih. Kesamaan
derajat yang berarti terlepas dari belenggu penjajahan “maxi”maupun penjajahan “mini”
terlapas dari keterantungan suatu bangsa lain atau ketergantungan yang lebih
mengarah kepada penekanan oleh suatu kelas sosial terhadap kelas lainnya.
Kebangkitan bangsa Indonesia untuk
melawan penjajahan Belanda juga terdorong oleh cita-cita kemerdekaan yang juga
mengandung makna kesamaan derajat dengan bangsa lain di dunia.
Ketika proklamasi kemerdekaan di
dengungkan, habislah penjajahan, tapi sejak saat itu mulai terdengar dengung
dari berbagai kelompok sosial dan politik untuk ikut adil dalam melancarkan
kehidupan bangsa Indonesia, satu sebab nya adalah frakmentasi sosial dan
politik akibat dari persaingan diantara partai-partai politik yang secara
tradisional menentukan keserasian.
Pembangunan sosial, tumbuhnya
organisasi-organisasi sosial dan sektor-sektor informal di perkotaan, merupakan
suatu perubahan kualitatif masyarakat dan sekaligus menunjukkan adanya
perjuangan untuk mencapai kesamaan derajat dan hak dalam mengelolah sendiri
pembangunan masyarakatnya. Dicetuskannya “Universal
Decralation Of Human Right”dan “Enternational
Covenan Of Ekonomic And Social And
Cultural Right and Civil and Political
Right” merupakan realisasi aspirasi umat manusia diseluruh dunia. Hak-hak
kemanusiaan seperti perubahan,ketertiban dan keadilan.Perjuangan menentang
kemiskinan dan ketidak samarataan (Inequity)
yang adalah perjuangan demi hak-hak ekonomi dan sosial, serta perjuangan
menegakkan hak-hak politik yang adalah demi yang bebas dan demokratis, tidak
akan ada artinya jika tidak didasarkan pada kesamaan negara dan bangsa
disamping keamanan dan tidak dapat diganggunya pribadi manusia.
Pembukaan UUD RI tahun 1945 adalah
merupakan pencermina dari cita-cita kemerdekaan yang dimulai dari nilai
universal dari kemerdekaan, seperti yang tercantum dalam “Alinea 1”- “bahwa
sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu,maka
penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan”.
Ungkapan tersebut merupakan perwujudan
kesadaran bangsa Indonesia akan eksistensi bangsa lain didunia, yang memiliki
kesamaan derajat dalam pergaulan antara bangsa. Kesadaran ini diimplementasikan
dalam pola laku pengaturan kehidupan berbangsa dan bernegara yang menghargai
hak-hak asasi warganya melalui jalur demokrasi, cita-cita kesamaan derajat bagi
bangsa Indonesia tercermin dalam UUD 1945 yaitu:pasal 27 kesamaan kedudukan
dalam hukum dan pemerintahan, pekerjaan dan kehidupan yang layak, pasal 28
kemerdekaan berserikat berkumpul dan mengeluarkan prendapat dan pikiran,pasal
29 kemerdekaan beragama, pasal 30 tentang pembelaan negara pasal 31 tentang
kesamaan hak dalam memperoleh pendidikan, apa yang tercantum dalam UUD itu
merupakan keinginan seluruh bangsa Indonesia.
[2]
2.Usaha Mencapai Cita-Cita
2.Usaha Mencapai Cita-Cita
Bagi negara-negara berkembang khususnya
yang memiliki kepadatan penduduk yang relatif tinggi dengan tingkat pendapatan
perkapita rendah, maka kemiskinan bukanlah merupakan fenomena baru.
Fenomena inilah yang lebih mempertegas
garis stratifikasi dalam masyarakat.adanya kemiskinan yang mengalami perjalanan
panjang sehingga cendrung menjadi “kemiskinan
absolut”mempengaruhi kemampuan seseorang untuk memahami permasalahan bahkan
cenderung apatis terhadap permasalahan yang dihadapi. kemampuan fisik maupun
psikisnya menurun dan menunjukkan kecendrungan angka kematian yang tinggi.
Permasalahan kehidupan yang demikian
tidak akan dapat diatasi dengan usaha-usaha individual semata mata tanpa ada dukungan
suasana yang memungkinkan dari suatu negara. Disinilah arti penting dari
program pembangunan suatu negara, pranata-pranata sosial yang mengatur tata
cara kehidupan masyarakat dan bernegara serta ketentraman lingkungan. Dengan
pembangunan dalam suasana tertib dan tata perundang undangan yang humanis dan
tercapailah cita-cita hidup dan kemanusiaan yaitu perubahan, ketertiban dan
keadilan.
Melihat kemiskinan sebagai permasalahan
dasar yang menyebabkan ketidakmampuan masyarakat untuk merubah nasibnya dalam
arti meningkatkan kesejahteraan hidup nya, maka pembangunan di bidang
perekonomian merupakan salah satu alternatif jawaban yang perlu di
pertimbangkan dalam skala prioritas utama. Dalam hal ini pembangunan ekonomi di
maksudkan sebagai kegiatan perekonomian yang secara langsung berhadapan dengan
kemiskinan, baik seraca individual maupun kemiskinana masyarakat scara umum. Kegiatan
perekonomian kebutuhan dasar dalam
meningkatkan kualitas pribadinya melalui pendidikan dan kegiatan sosial. Usaha pembangunan ekonomi
yang demikan oleh Soedjatmoko dikatakan
sebagai “Penghampiran kebutuha – kebutuhan pokok.40
Kerangka pendekatan pembangunan ekonomi
“ penghampiran kebutuham – kebutuhan pokok “ ini membutuhkan kesiapan seluruh lapisan
masyarakat untuk berpartisipasi,
penyerdehanaan birokrasi, pembangunan prasarana dan sarana pembangunan dan
pemasaran. Di samping itu melaksankan pendekatan ini, di perlukan perubahan dan
perombakan struktur sosial tradisional dengan menggalakkan koperasi dan lembaga
– lembaga sosial yang bersifat swakelola kegiatan.
Kebutuhan pokok perekonomian yang pada
mulanya dititikberatkan pencapainnya scra merata untuk melawan kemiskinan dan
memenuhi kebutuhan dasar lain seperti kesehatan, gizi, pendidikan dan perumahan
selanjutnya dalam prioritas kedua menengah kepada peningkatan status sosial .
Tentu saja hal ini telah merubah motivasi perekonomian masyarakat dari
pemenuhan kebutuhan pkok dengan motivasi perekonomian sebagai berikut;41
Pertama, Motivasi ekonomi diarahkan
untuk melindungi diri dari modus – modus yang berpengaruh, yang dilegitimasikan
dengan otoritas. Dalam hal ini dimaksudkan untuk mempertahankan hak – hak
individual maupun sosial. Kedua, Motivasi ekonomi di arahkan untuk memenuhi
keinginan – keinginan tertentu yang secara indipenden dapat memuaskan di
samping berfungsi survival. Ketiga, Unsur lain yang merupakan tingkatan berikut
dari motivasi ekonomi adalah kesenangan, termasuk di dalamnya gaya hidup
gengsi, didasari oleh emosi – emosi estetika.
Kestabilan ekonomi masyarakat akan
berpengaruhi besar terhadap kegiatan sosial lainnya. Seperti yang telah
diasumsikan oleh Soedjatmoko bahwa pendekatan pemenuhan kebutuhan pokok akan
merembet kepada gairah hidup untuk maju melalui pendidikan. Pendidikan sebagai
proses transformasi budaya sebagai lembaga yang membuka cakrawala pandang
masyarakat akan mendorong masyarakat untuk berusaha mempersiapkan diri
melaksanakan mobilitas ke atas sebagaimana kodrat manusia yang tersembunyi
dalam emosi primitif.
Pengaruh teori fungsional akan meletakan
orang yang berpendidikan dalam kegiatan kelompok elite funsional teori
fungsional akan meletakan orang yang berpendidikan dalam bagian kelompok elite
fungsionsl yang akan mungkin membuka pintu ke arah status sosial yang
berdasarkan ekonomi atau politik. Kenyataan menunjuk kan bahwa kesempatan
pendidikan yang demikian luas dengan persaingan perekonomian melalui industrilisasi
yang begitu maju menyebabkan terbukanya kesempatan untuk berusaha mencapai
status sosial yang di kehendaki.
Kedua kerangka pendekatan yang saling
menunjang, yaitu pendidikan dan ekonomi dapat menpercepat langkah ke arah
tercapai nya kesamaan derajat kemanusiaan, namun untuk mencapai tujuan k tersebut
membutuhkan waktu yang cukup panjang dan membutuhkan pranata-pranata serta
kondisi pendukung tertentu.
Dalam undang-undang dasar 1945 mengenai
hak dan kebebasan yang berkaitan dengan adanya persamaan derajat dan hak juga
tercantum dalam pasal-pasalnya secara jelas. Sebagaimana kita ketahui Negara
Republik Indonesia menganut asas bahwa setiap warga negara tanpa kecualinya
memiliki kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan,dan ini sebagai
konsekuensi prinsip dari kedaulatan rakyat yang bersifat kerakyatan. Hukum di
buat di maksudkan untuk melindungi dan mengatur masyarakat secara umum tanpa
adanya perbedaan. Kalau kita lihat ada empat pasal yang memuat
ketentuan-ketentuan tentang hak-hak asasi itu yakni pasal 27, 28, 29 dan 31.
Empat pokok hak-hak asasi dalam empat pasal UUD 1945 adalah sebagai berikut :
Pertama tentang kesamaan kedudukan dan
kewajiban warga negara di dalam hukum di muka pemerintahan. Pasal 27 ayat 1
menetapkan : “ bahwa segala Warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam Hukum
dan Pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak
ada kecualinya”. Di dalam perumusan ini dinyatakan adanya suatu kewajiban dasar
di samping hak asasi yang dimiliki warga negara, yaitu kewajiban untuk
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Dengan
demikian perumusan ini secara prinsipil telah membuka suatu sistem yang
berlainan sekali daripada sistem perumusan “Human
Rights” itu secara Barat, hanya menyebutkan hak tanpa ada kewa hak asasi
yang dimiliki warga negara, yaitu kewajiban untuk menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Dengan demikian perumusan ini
secara prinsipil telah membuka suatu sistem yang berlainan sekali daripada sistem
perumusan “Human Rights” itu secara
Barat, hanya menyebutkan hak tanpa ada kewajiban di sampingangnya. Kemudian
yang ditetapkan dalam pasal 27 ayat 2 ialah hak setiap warga negara atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Pokok kedua, selanjutnya dalam pasal 28
ditetapkan, bahwa “kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran
dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan oleh Undang-Undang”.
Pokok ketiga, dalam pasal 29 ayat 2
dirumuskan kebebasan asasi untuk memeluk agama bagi penduduk yang di jamin oleh
negara, yang berbunyi sebagai berikut : “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk memeluk agamanya masing-masding dan untuk beribadat menurut
agamanya dan kepercayaannya itu”.
C.
Elite dan masa
Istilah “elite” pertama kali digunakan pada abad ketujuh belas untuk
menyebut barang-barang dagangan yang mempunyai keutamaan khusus : Istilah
tersebut kemudian digunakan juga untuk menyebutkan kelompok-kelompok sosial
tinggi, seperti kesatuan-kesatuan militer yang utama atau kalangan bangsawan
atas. Definisi elite bertitik tolak dari adanya ketidaksamaan bakat-bakat
individual dalam setiap lapisan kehidupan sosial. Lapisan sosial yang lebih
tinggi dari kelompok-kelompok tertentu, yang tidak selalu didefinisikan secara tajam,
yang di sebut aristokrasi yang bersifat militer, religius dan komersial maupun plutokrasi ( orang kaya ).
Dalam zaman modern, kelompok elite tidak
begitu saja ditempatkan di atas seluruh masyarakat, tetapi berhubungan erat
dengan masyarakat melelui suatu sub –elite, yaitu suatu kelompok yang lebih
besar meliputi seluruh kelas menengah baru, terdidri dari pegawai negeri,
manager, dan karyawan administrasi, ilmuwaan, kaum terpelajar dan intelektual.
Munculnya elite baru menurut sosiologis ataupun psikologis, disebabkan oleh
timbulnya kekuatan-kekuatan sosial yang membela kepentingan-kepentingan baru,
misalnya kepentingan ekonomis, atau teknologis dalam masyarakat.
Masa dimaksudkan orang banyak tidak
berkerumun disuatu tempat tertentu, tetapi mengikuti kejadian dan peristiwa
tang penting. Dengan masa, para oknum adalah terpisah yang satu daripada yang
lain. Maka dari itu para induvidu tidak bertindak otomatis, sebagai suatu
jawaban atau sugesti, dan masing-masing tetap mengingat kepentingannya. Dalam
pada itu kepentingan orang banyak itu dapat bertemu dan dalam hal demikian
dilahirkan suatu pengaruh yang amat kuat.
Setelah memahami konsep dasar tentang
elite dan masa maka pembahasan selanjutnya akan mengkaji tentang peran kaum
elite terhadap masa. Dalam kajian ini elite didefinisikan mereka yang mempunyai
pengaruh besar didalam masa ( masyarakat ). Salah satu ciri-ciri dari kaum
elite adalah tidak memiliki basis pengikut dalam suatu golongan atau kelas
sosial, akan tetapi berstruktur perorangan yang dalam ilmu sosial di jelaskan
sebagai struktur patron client (
kaula-gusti) atau bapak anak buah. Kaum elite dalam kenyataannya di masyarakat
kita, memperhatikan persaingan antar elite, mencari pengaruh masa dalam
berbagai sektor kehidupan. Seperti halnya dalam kehidupan politik, jago-jago
atau bintang-bintang politik diibaratkan sedang kontes. Dilain pihak,
rakyat-rakyat sering hanya menjadi korban dari rivalitas antara elite ini namun
mereka harus tetap ikut didalamnya, karena kesempatan yang di berikan oleh rivalitas
ini, atau karena bagaimanapun rakyat ( masa) harus mencari perlindungan dari
jago-jago elite ini. Namun yang lebih penting adalah, sampai dimana
rakyat terlibat dalam politik, atau aspek kehidupan lainnya dalam masyarakat.
Kekuatan politik, ekonomi dan militer
dari elite politik, pejabat seperti patih, bupati dan sebagainya ditentukan
oleh besar atau kecilnya jumlah penduduk atau cacah yang berada dibawah
kekuasaannya. Dalam pandangan elite, rakyat (massa) tidak lain daripada
pendukung-pendukung politik, militer dan ekonomi. Dalam piagam pengangkatan
seorang pejabat teras, misal bupatigubernur disebutkan jumlah cacah yang
mendukungnya. Rakyat inilah yang mengerjakan tanah, dan hasilnya sebagian
diberikan kepada pejabat-pejabat ini baik untuk kehidupan pribadinya maupun
buat keperluan sebagai pejabat. Strategi politik pejabat yaitu tempat tinggal
rakyat dibuat menyebar, tidak diatas tanah yang merupakan satu kesatuan, sebab
utamanya adalah supaya tidak ada bahaya pemberontakan.
Pandangan elite yang lebih penting
adalah loyalitas rakyat kepadanya. Elite atau pejabat lebih menampilkan diri
mereka sebagai penakluk, atau bagaimana menciptakan suatu kondisi sehingga
rakyat atau massa menjadi tunduk kepadanya. Elit secara tidak langsung bisa
saja berurusan dengan kepentingan rakyat, akan tetapi dibalik itu ada maksud
yang dikandungnya yaitu bagaimana mempertahankan loyalitas rakyat atau massa.
Seseorang elite bisa saja memiliki ambisi yang besar kemudian berusaha merebut
loyalitas rakyat dari kaum elite lainnya. Cara-cara yang sering dilakukan oleh
kaum elite ialah mengacau daerah lain agar rakyat lari ke daerah kekuasaannya.
1).Elite dalam berbagai dimensi
Dalam suatu kehidupan sosial yang
teratur, baik dalam konteks luas maupun yang lebih sempit, dalam kelompok
heterogen maupun homogen selalu ada kecenderungan untuk menyisihkan satu
golongan tersendiri sebagai satu golongan yang penting, memiliki kekuasaan dan
mendapatkan kedudukan yang terkemuka jika dibandingkan dengan massa. Penentuan
golongan minoritas ini didasarkan pada penghargaan masyarakat terhadap peranan
yang dilancarkan dalam kehidupan masa kini serta andilnya dalam meletakan
dasar-dasar kehidupan pada masa-masa yang akan datang. Golongan minoritas yang
berada pada posisi atas yang secara fungsional dapat berkuasa dan menentukan
dalam studi sosial dikenal dengan elite. Elite adalah suatu minoritas
pribadi-pribadi yang diangkat untuk melayani suatu kolektifitas dengan cara
yang bernilai sosial.
Kelompok minoritas yang mempunyai nilai
secara sosial ini berkembang sejalan dengan perkembangan fungsional dalam suatu
masyarakat. Pengembangan elite sebagai suatu kelompok minor yang berpengaruh
dan menentukan dalam masyarakat tetap beranjak dari fungsi sosialnya disamping
adanya pertimbangan-pertimbangan lain sesuai dengan latar belakang sosial
budaya masyarakat. Ada dua kecenderungan yang digunakan untuk menentukan elite
dalam masyarakat yaitu :
Pertama, menitikberatkan pada fungsi
sosial dan yang kedua, pertimbangan-pertimbangan yang bersifat moral. Kedua
kecenderungan penilaian ini menurut Person melahirkan dua macam elite, yaitu
elite internal dan elite eeksternal. Elite internal menyangkut integrasi moral
serta solidaritas sosial yang berhubungan dengan perasaan tertentu pada saat
tertentu, sopan santun dan keadaan jiwa. Sedangkan elite eksternal adalah meliputi
pencapaian tujuan dan adaptasi, berhubungan problema-problema yang
memperlihatkan sifat yang keras, masyarakat lain atau masa depan yang tak
tentu.
Golongan elite sebagai minoritas sering
ditempatkan dengan beberapa bentuk penampilan antara lain :
a).Elite menduduki posisi yang penting
dan cenderung merupakan poros kehidupan masyarakat secara keseluruhan.
b).Faktor utama yang menentukan
kedudukan mereka adalah keunggulan dan keberhasilan dilandasi oleh kemampuan
baik yang bersifat fisik maupun psikis, material maupun immaterial, merupakan
herediter maupun pencapaian.
c). Dalam hal tanggung jawab, merka
memiliiki tanggung jawap yang lebih besar jika di bandingkan dengan masarakat
lain.
d). Ciri-ciri yang lain yang merupakan konsekuensi
logis dari ke tiga hal di atas adalah imbalan yang lebih besar yang di peroleh
atas pekerjaan dan usahanya
Sejalan dengan ciri-ciri (yang walaupun
tidak selalu tampak secara eksplisit) ini dan berdasarkan tata nilai dan norma
yang melahirkan stratifikasi sosial maka kita akan mrngenal berbagai macam
elite. Kelompok inti sosial akan melahirkan elite sesuai dengan kecenderungan masyaarakat
menentukan golongan yang memiliki fungsisosial terbesar atau kelompok-kelompok terkemuka
dalam masyarakat, kelompok inti sosial inti itu mungkin para pendeta, atau
pemuka agama lainnya, mungkin para pemegang kekuasaan, militer dan lain-lain
yang dapat dijadikan perantara bagi kesejahteraan masyarakat.
Kasta juga masih digunakan sebagai salah
satu dasar untuk menentukan elite. Dalam hal ini elite membina golongan melalui
keturunan dan menjaga agar keturunannya tetap berada dalam kasta yang tinggi.
Dalam hal ini kasta tidak hanya terbatas dalam tingkat kebangsawanan, tetapi
dilahirkan oleh kristalisasi nilai yang ada dalam masyarakat.
Mungkin berdasarkan agama, kekerabatan,
ekonomi dan aktivitas jabatan tertentu. Sejalan dengan elite berdasarkan kasta
ini kita kenal yang disebut dengan Estate Pertama. Elite jenis ini banyak kita
jumpai di negara-negara yang sifatnya terpusat dan feodal dimana suatu lapisan
ditentukan secara legal oleh masyarakat untuk menguasai fungsi-fungsi
kemasyarakatan yang utama. Kedudukan sebagai estate pertama ini bisa diperoleh
dengan kelahiran, pengangkatan, dan bahkan bisa dibeli. Hal ini menyebabkan
kedudukannya lebih labil jika dibandingkan dengan kasta.
Selain itu dikenal pula
kelompok-kelompok elite yang berdasarkan aristokrasi, berupa suatu kelompok
tunggal yang menguasai fungsi-fungsi sosial yang menentukan. Elite aristokrasi
ini cenderung memilih jabatan politik yang tidak ditentukan oleh
keturunan.Walaupun kelompok aristokrasi ini berada pada kelompok atas, tetapi
hubungannya dengan masyarakat relatif tidak terlalu jauh. Hal ini disebabkan
karena jabatan yang dipegangnya cenderung tidak spesialis, sehingga masih perlu
merangkul kekuatan-kekuatan lain yang ada dalam masyarakat.
Apa yang telah di uraikan di atas umun
nya merupakan relevansi antara struktur sosial dengan elite yang muncul pada
masa-masa yang lalu. Selanjutnya dalam perkembangan kemajuan industrialialisasi serta orientasi
kepentingan nasional suatu negara memperluas elite-elite yang berkembang. Kenyataan saat ini merupakan
penjabaran dari teori-teori Person bahwa pengembangan spesialisasi elite-elite,
di hubungkan dengan differensiasi sistem sosial yang bersifat struktural
fungsional. Sehubungan dengan teori tersebut maka elite-elite yang muncul
sesuai dengan kepentingan masyarakat untuk mencapai tujuan nasional bukan tujuan yang bersifat
sementara dan relatif.44
Kemajuan di bidang perekonomian
menunjukan semakin berperannya elite ekonomi dalam merealisasikan tujuan-tujuan
nasiona, baik yang berorientasi ekonomi maupun sektor lain. Pembangunan yang
bersifat integral dalam dunia modern memerlukan beberapa kondisi yang penting
yang merupakan kebutuhan pokok untuk kelancaran pencapaian tujuan. Pembangunan
membutuhkan konsepsi-konsepsi yang relevan, dan untuk melaksanakan konsepsi
tersebut dibutuhkan pertahanan keamanan yang baik. Para pemimpin di harapkan
memiliki pedoman moral sehungga dapat di
jadikan pedoman moral bagi warganya, dan untuk itu dibutuhkan kelompok-kelompok
integratif.
Kebutuhan seperti ini melahirkan kelompok-kelompok
elite dalam bidang militer yang terdiri dari perwira-perwira berpangkat tinggi
untuk tugas-tugas pertahanan dan keamanan. Untuk keserasian hubungan dalam
rangka pertahanan keamanan dari ancaman luar negri melahirkan elite-elite
diplomatik yang terdiri dari panduta/konsul. Untuk menjaga keseimbangan fungsi
adapted dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan diperlukan
pemikir-pemikir yang akan melahirkan konsep-konsep dan untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Dari sisi ini lahirlah kelompok elit dalam ilmu
pengetahuan dan intelektual yang disebut elite ilmiah. Sebagai kelompok
integratif yang memberikan dan mengawasi
jaminan moral dalam moral dalam pencapaian
tujuan duduklah para pemimpin agama,ahli-ahli filsafat, para pendidik
dalam kelompok elite integratif.
Kelompok para seniman, penulis, wartawan
artis serta bersifat telah membentuk
satu kelompok elite yang fungsinya tidak nyata, tetapi mempunyai peranan
penting di dalam menegakkan moral, solidaritas sosial fungsi kontrol sosial.
Kelompok elite yang terakhir ini lebih bersifat tidak resmi dan sering terselubung
oleh fungsi-fungsi lain. Kekuatan kedudukan mereka sebagai kelompok elite
ditentukan oleh kemampuan mereka memberikan cermin kehidupan secara tidak
langsunng.
Di indonesia kelompok elite d i wakili
oleh dua kekuatan legislatif ( DPR ) dan kelompok eksekutif. Pembagian ini
dikemukan oleh Emmerson yang merupakan hasil paenelitiannya ( 1956 ).45
tinjauan lain yang dilihat oleh emmerson adalah “Cultural Politic “, yang meninjau kebudayaan politik elite dari
segi perbedaan orientasi. Menurut emmerson perbedaab pandangan itu adalah
pertentangan antara kelompok elite “Ambangan “ dan “ Santri “ ( Islam ).
Walaupun penduduk indonesia prosentasenya lebih besar beragama islam tetapi
tampaknya elite “ Santri “ merupakan kelompok elite politik yang lebih lemah.
Keadaan ini disebabkan karena latar belakang sosial kedua kelompok itu berbeda.
Kelompok elite ambangan yang umumnya, berada di pulau jawa yang orientasi
politiknya lebih dekat dengan ibu kota negara sebagai pusat kegiatan politik, sementara
kelompok elite santri umumnya berasal dari luar jawa dan dari lingkungan sosial
ekonomi yang kurang mampu.
Selanjutnya emmerson melihat
perbandingan kekuatan kelompok elite legislatif dan elite eksekutif yang
menyimpulkan bahwa kelompok eksekutif lebih kuat jikan dibandingkan dengan
kelompok elite legislatif. Emmerson menunjukan pengangakatan beberapa orang anggota
DPR oleh pemerintah sebagai salah satu bukti kekuatan eksekutif. di samping itu
karena ajaran eksekutif atau para administratur dan birokrat lebih berorientasi
kepada penguasa maka tingkah laku politiknya lebih cenderung berpegang pada
kegiatan atasan daripada mengabdi kepentingan rakyat.
Emmerson juga menunjukkan karateristik
elite legislatif dan elite eksekutif dengan mengungkapkan perbedaan kekuatan
itu. Kelompok birokrat bukan saja lebih homogen jika dibandingkan dengan
kelompok parlemen, tapi juga dalam proses sosialisasinya elite birokrat lebih
kosmopolitan kalau dibandingkan dengan anggota parlemen. Hal ini menyebabkan
elite legislatif lebih memperlihatkan sikap toleransi yang rendah kepada
pemimpin mereka ( yang berkuasa ) dan kepercayaannya juga berkurang.
Hubungannya dengan kelompok elite
militer, ini merupakan warna tersendiri dari budaya politik Indonesia. Adanya “
Dwi fungi ABRI “ cebderung memperkuat kedudukan kelompok priyayi birokrat
seperti yang diungkapkan oleh kelompok Alfian, bahwa peranan dari ABRI
menentukan dalam politik. Peranan politisi sipil yang tergabung dalam partai
politik semakin melemah. Dengan demikian maka militer di indonesia menjadi satu
kelompok elite tersendiri dalam budaya politik indonesia.
2).Peranan
Elite terhadap Massa
Elite sebagai minoritas yang memiliki
kualifikasi tertentu yang eksistensinya sebagai kelompok penentu dan berperan
dalam masyarakat diakui secara legal oleh masyarakat pendukungnya. Dalam hal
ini kita melihat elite sebagai kelompok yang berkuasa dan kelompok penentu.
Dalam kenyataannya elite penguasa kita
jumpai lebih tersebar, jangkauannya lebih luas tetapi lebih bersifat umum,
tidak terspesialisasi seperti kelompok penentu. Kita mengenal adanya kelompok
penguasa merupakan golongan elite yang berasal dari kondisi sejarah masa
lampau. Kelompok elite penguasa ini tidak mendasarkan diri pada fungsi-fungsi
sosial tetapi lebih bersifat kepentingan-kepentingan birokrat. Kita bisa
menjumpai kelompok penguasa ini pada berbagai perhimpunan yang bersifat khusus,
pada kelompok birokratis yang berfungsi sebagai pembuat kebijakan-kebijakan
maupum sebagai pelaksana dan sebagai elite pemerintah.
Kelompok elite penentu lebih banyak
berperan dalam mengemban fungi sosial. Hal ini dapat kita buktikan dalam
kekuatan-kekuatan sosial yng sedang berjalan saat ini. Di samping peranan yang
telah dijelaskan secara fungsional untuk mencapai tujuan yang telah dibahas
dalam bagian “elite dalam berbagai dimensi “ diatas, kita juga dapat melihat
bagaimana elite penentu ini berperan dalam berfungsi sosial sebagai berikut :
a). Eliete penentu dapat dilihat sebagai
suatu lembaga kolektif yang merupakan pencerminan kehendak-kehendak masyarakat
dalam hal ini elite penentu bertindak sebagai lembaga yang berwenang sebagai
pengambilan dan penentu, keputusan akhir, pendukung kekuatan moral bahkan dapat
menjadi proto type dari masyarakat
b). Sebagai lembaga politik, elite
penentu mempunyai peranan memajukan kehidupan masyarakatnya dengan memberikan
kerangka pemikiran konsepsional sehingga masa dapat dengan tepat menanggapi
permasalah yang hadapinya
c). Elite penentu memiliki peranan moral
dan solidaritas kemanusiaan baik dalam pengertian nasionalisme maupun
pengertian universal. Hal ini penting sekali dalam rangka penghayatan tentang
identitas dan tujuan hidup bersama, dengan pola pemikiran filosofis yang sama
dan kerangka pendekatan yang sama pola.
d). Elite penentu lainnya berfungsi
untuk memenuhi kebutuhan pemuasan hedonik atau pemuasan intrinsik lainnya bagi
manusia khususnya terhadap raksi-raksi emosiona. Peranan ini disebut dengan
peranan ekspesif. Kelompok elite yang bertugas untuk memenuhi kebutuhan ini
bekerja dengan pertimbangan nilai etis estetis. Disinilah kehadiran para
seniman, sastrawan, komponis biduan dan lain-lain. Karya-karya mereka
mengumandangkan nilai-nilai yang terdapat dalam ketiga fungsi terdahulu dengan
pendekatan estetis. Disamping itu dapat pula berfungsi sebagai kontro sosial yang independen yang hanya
berpegang pada nilai-nilai universal dan lebih bersifat simbolik.
Puji syukur
kehadirat Tuhan Yang
Maha Kuasa atas
segala limpahan Rahmat,
Inayah, Taufik dan
Hidayahnya sehingga kami
dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini dalam
bentuk maupun isinya
yang sangat sederhana.
Semoga makalah ini
dapat dipergunakan sebagai
salah satu acuan,
petunjuk maupun pedoman
bagi pembaca dalam
administrasi pendidikan.
Harapan kami
semoga makalah ini
membantu menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi
para pembaca, sehingga
kami dapat memperbaiki
bentuk maupun isi
makalah ini sehingga
kedepannya dapat lebih
baik.
Makalah ini
kami akui masih
banyak kekurangan karena
pengalaman yang kami
miliki sangat kurang. Oleh
karena itu kami
harapkan kepada para
pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.
No comments:
Post a Comment